Sunat Pada Bayi Kapan Sebaiknya Dilakukan?
Dalam publikasi JAMA Pediatrics, para peneliti di Institute for Health Metrics and Evaluation, University of Washington, Seattle, menganalisa data dari 1,4 juta anak laki – laki. Hasil dari analisa data tersebut membuktikan bahwa anak laki-laki yang melakukan sunat sebelum mencapai usia 1 tahun memiliki kesempatan 0,5 persen mengalami peristiwa yang merugikan, seperti infeksi saluran kemih yang apabila infeksi tersebut berat dan bersifat kronis dapat mempengaruhi fungsi ginjal. Risiko infeksi saluran kemih akan semakin besar pada anak laki-laki usia 1 sampai 10 tahun, yakni sebesar 10 sampai 20 kali lipat, bagaimana sunat pada bayi ?.
Dokter spesialis bedah Ciputra Hospital CitraGarden City, dr. Jonny Setiawan, Sp. B, menyarankan agar sunat sebaiknya dilakukan sedini mungkin untuk mencegah terjadinya komplikasi dan rasa tidak nyaman yang terjadi apabila sunat dilakukan pada saat anak mulai tumbuh besar ataupun pada masa dewasa. Efek samping yang dapat dirasakan pada anak yang lebih besar maupun pasien dewasa yaitu rasa sakit, pendarahan berlebihan, kesulitan berkemih, jaringan parut atau cacat, pembengkakan berlebihan, dan kemungkinan terjadinya infeksi lebih besar. Selain itu, sunat juga dapat mengurangi risiko terjadinya infeksi HIV maupun infeksi yang berhubungan dengan kelamin lainnya. Proses penyembuhan setelah sunat dilakukan umumnya berlangsung selama 5 hingga 7 hari.
Keuntungan dari sunat / sirkumsisi sedini mungkin adalah untuk mengurangi risiko:
– terjadinya phimosis, dimana preputium tidak dapat ditarik ke belakang sehingga tidak bisa dibersihkan secara optimal dan bahkan seringkali diikuti gejala kesulitan berkemih. Phimosis berpotensi meningkatkan risiko terjadinya kanker 12 kali lipat di masa dewasa.
– terjadinya peradangan di masa dewasa terutama bila seseorang memiliki riwayat penyakit diabetes.
– terjadinya infeksi saluran kemih pada bayi yang dapat membahayakan kesehatan serta fungsi ginjal bayi dan anak.
– terjadinya kanker prostat 15 hingga 60 persen.
– penularan penyakit hubungan seksual, seperti: sifilis, papilloma, trichomonas, mycoplasma, dan chancroid serta candida, yang dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit kanker mulut rahim (ca cervix) pada wanita.
Sumber :
dr. Jonny Setiawan, Sp.B
Spesialis Bedah
Ciputra Hospital CitraGarden City
- Published in Artikel Kesehatan, Citra Garden City
Jenis – Jenis Kelainan Pada Bayi Umumnya
Jenis – jenis kelainan umum pada bayi. Kelainan kromosom dapat menyebabkan gangguan spesifik pada bayi. Jenis kelainan tersebut ada berbagai macam. Berikut ini adalah beberapa penyakit yang paling umum terjadi :
• Talasemia
Merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang disebabkan oleh efek genetik pada pembentukan rantai globin.
Ada 3 tingkat klasifikasi talasemia :
– Talasemia mayor sangat tergantung pada transfusi
– Talasemia minor / karier tanpa gejala
– Talasemia intermedia
Klasifikasi ini memiliki implikasi klinis diagnosis dan penatalaksanaan.
Gambaran klinis tergantung dari klasifikasi talasemia.
– Pada Talasemia Beta homozigot dan heterozigot hampir semua anak memperlihatkan gejala klinis sejak lahir yaitu gagal tumbuh, kesulitan makan, infeksi berulang dan kelemahan umum. Bayi nampak pucak dan didapatkan pembesaran limpa.
– Pada karier talasemia beta, hampir tanpa gejala, dengan anemia ringan dan jarang didapatkan splenomegali.
Diagnosis prenatal dari berbagai bentuk talasemia, dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Dapat dibuat dengan penelitian sintesis rantai globin pada sampel darah janin dengan menggunakan fetoscopi saat kehamilan 18-20 minggu, meskipun pemeriksaan ini sekarang sudah banyak digantikan dengan analisis DNA janin. DNA diambil dari sampel villi chorion, pada kehamilan 9-12 minggu.
• Sindroma Down
Suatu kelainan kongenital multipel akibat kelebihan materi gentetik pada kromosom 21 (trisomi). Sindroma Down berkaitan dengan retardasi mental, kelainan kongenital terutama jantung, dan disfungsi/penyakit pada beberapa organ tubuh. Derajat retardasi mental bervariasi, mulai dari retardasi mental ringan hingga sedang dan kadang ditemukan retardasi mental berat. Kelainan jantung bawaan ditemukan pada 40% – 60% bayi dengan Sindroma Down. Selain itu, kelainan yang sering juga didapatkan pada Sindroma Down adalah malformasi saluran pencernaan seperti Hirschsprung disease, atresia esofagus dan duodenum, anus imperforata, serta gangguan pendengaran dan masalah penglihatan.
• Spina Bifida
Anomali dalam pembentukan tulang belakang yang merupakan suatu defek dalam penutupan saluran tulang belakang. Hal ini biasanya terjadi pada minggu IV masa embrio. Spina bifida okulta sering ditemukan secara kebetulan pada foto rontgent yang dapat teraba sebagai suatu lekukan pada tulang belakang daerah posterior, terbanyak pada L-5/S-1 dapat juga merupakan pertumbuhan rambut yang padat, teleangiektasis dan pigmentasi kulit. Biasanya tidak memberikan gejala, kecuali pada beberapa kasus yang mengalami perubahan jaringan medula spinalis baik makroskopis maupun mikroskopis.
Artikel di atas merupakan jenis – jenis kelainan umum pada bayi.
Reviewed by :
dr. Herlina, Sp.A
Dokter spesialis anak
Ciputra Hospital CitraGarden City Jakarta
- Published in Artikel Kesehatan, Citra Raya Tangerang
Kelainan Kromosom Pada Janin: Deteksi Sejak Dini
Sebelum menjelaskan tentang kelainan kromosom, Anda harus mengetahui pengertian dari kromosom itu sendiri. Kromosom adalah struktur yang mengandung unsur-unsur genetika manusia. Kromosom diwariskan oleh sperma dan sel telur orang tua kepada bayi mereka. Tiap manusia dalam kondisi normal memiliki 46 kromosom, tapi ada kalanya terjadi situasi ketika bayi menerima kromosom dalam jumlah yang lebih banyak atau lebih sedikit. Misalnya pada anak dengan sindrom Down yang memiliki 47 kromosom. Risiko terjadinya kelainan pada genetika / kelainan kromosom bayi makin meningkat seiring bertambahnya usia ibu hamil. Kelainan kromosom juga telah menyebabkan setidaknya 50% keguguran di masa awal kehamilan. Memeriksakan kehamilan dengan tes – tes tertentu yang dapat membantu mendeteksi kelainan kromosom pada janin tersebut sejak dini.
• Tes Diagnosis
Tes diagnosis yang didahului dengan pemeriksaan awal pada umumnya dapat dilakukan di usia kehamilan 11 – 20 minggu. Dengan mengetahui kemungkinan ada atau tidak adanya kelainan pada bayi yang akan lahir, tes ini akan memberi Anda waktu untuk mempersiapkan kelahiran bayi berkebutuhan khusus. Pilihan pemeriksaan awal yang dapat diambil ibu hamil meliputi:
• USG awal (nuchal translucency screening),
• Tes darah, atau
• Kombinasi keduanya.
Setelah pemeriksaan awal, terdapat beberapa alternatif tes diagnosis untuk memastikan apakah bayi berpotensi mengidap kelainan tertentu. Antara lain:
1. Amniosentesis
Amniosentesis adalah pemeriksaan kelainan kromosom bayi dengan pengambilan sampel cairan ketuban. Pemeriksaan yang dilakukan saat usia kehamilan sekitar 14 – 16 minggu ini memiliki tingkat keakuratan 99% dalam mendeteksi hampir semua jenis kelainan kromosom seperti sindrom Down dan Turner. Dengan mendeteksi kadar alpha-fetoprotein (AFP) di dalam cairan ketuban, dapat juga diketahui keberadaan cacat tabung saraf pada bayi.
2. Chorionic villus sampling (CVS)
Chorionic villus merupakan bagian dari plasenta di mana terdapat perbatasan antara jaringan pembuluh darah ibu dan janin. Komposisi genetika yang terdapat di sel – sel chorionic villus sama dengan komposisi genetika sel – sel janin. CVS dilakukan dengan mengambil sampel substansi chorionic villus yang identik dengan sel – sel bayi untuk di biopsi. Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada usia kehamilan sekitar 10 – 12 minggu. Risiko keguguran setelah CVS sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan risiko keguguran akibat amniosentesis.
• Fetal blood sampling (FBS)
Tes untuk mendeteksi kelainan kromosom atau genetika ini dilakukan dengan mengambil sampel darah bayi langsung dari tali umbilikus atau janin. FBS juga dilakukan untuk memeriksa keberadaan infeksi pada janin, anemia, dan kadar oksigen darah janin.
Tes – tes di atas umumnya memiliki 0,5 – 2% kemungkinan keguguran. Oleh karena itu, tes – tes tersebut hanya dianjurkan bagi wanita hamil yang berisiko tinggi, yaitu mereka yang sebelumnya memiliki anak dengan kelainan kromosom atau genetik, ibu hamil berusia 35 tahun ke atas, dan wanita yang memiliki riwayat anggota keluarga pengidap kelainan kromosom.
Reviewed by :
dr. Jerio Wijaya, Sp.OG
Dokter spesialis Obgyn (Kebidanan & kandungan)
Ciputra Hospital CitraGarden City Jakarta
- Published in Artikel Kesehatan, Mitra Hospital Banjarmasin