Rumah Sakit Terbaik Berstandarisasi Internasional | Ciputra Hospital

  • Home
  • Visi Misi
  • Rumah Sakit
    • CitraRaya Tangerang
    • CitraGarden City Jakarta
    • Ciputra Mitra Hospital Banjarmasin
  • Fasilitas & Layanan
  • Center of Exellence
  • Artikel

Serba-Serbi Dokter Gigi

Thursday, 18 February 2021 by Devi
Serba-Serbi Dokter Gigi

Jika Anda mendengar tentang dokter gigi pasti akan langsung beranggapan kalau tugas yang mereka lakukan adalah merawat kesehatan gigi. Padahal, ragam spesialis dokter gigi ini banyak. Layanan dan perawatan yang diberikan pun berbeda-beda tiap spesialis. Oleh karena itu, yuk kenali ragam dokter gigi supaya tidak salah berobat ke dokter gigi terdekat di daerah Anda.

Dokter Gigi terdekat

Seorang dokter gigi dibantu oleh asisten dokter gigi saat proses tindakan berlangsung.

Apa Itu Dokter Gigi?

Dokter gigi adalah dokter yang menangani kesehatan mulut. Gelar dokter gigi akan diberikan ketika seseorang telah lulus sekolah pascasarjana kedokteran gigi. Sebelum melakukan praktik mandiri, dokter gigi harus dilatih ekstensif untuk mendapatkan sertifikasi. Setelah mendapatkan sertifikasi, maka dokter tersebut bisa melakukan diagnosis dan melakukan perawatan kesehatan mulut, gigi, gusi dan lidah Anda.

Apa Layanan Dokter Gigi

Layanan yang dapat diberikan oleh seorang dokter gigi banyak. Berikut ini adalah hal-hal yang dapat dilakukan:

  • Mengatasi bau mulut
  • Merawat gigi berlubang
  • Mengobati penyakit gusi, seperti radang gusi
  • Mengobati sariawan berkepanjangan
  • Merawat gigi sensitif
  • Mendiagnosis kanker mulut
  • Memutihkan gigi
  • Memasang kawat gigi untuk mengatasi gigi tidak rata atau tidak sejajar
  • Penyakit mulut lainnya

Ragam Dokter Gigi

Pada umumnya, dokter gigi mengatasi permasalahan kesehatan gigi dan mulut. Namun, dokter juga memiliki ragam spesialisasi. Berikut ini adalah ragam spesialis dokter gigi:

Spesialis Bedah Mulut (SpBM)

Dokter gigi spesialis bedah mulut fokus perawatannya untuk melakukan implan gigi dan adanya kelainan pada rongga mulut. Misalnya, gigi yang tumbuh tidak beraturan, tumbuhnya gigi bungsu hingga bibir sumbing.

Spesialis Orthodonti (SpOrt)

Dokter gigi spesialis ini menangani gigi yang tidak sejajar hingga kelebihan jumlah gigi dari jumlah yang seharusnya. Tugas utamanya adalah untuk meratakan gigi yang bermasalah agar tidak mengganggu fungsi kerja gigi dan mulut.

Spesialis Periodonsia (SpPerio)

Dokter Gigi Spesialis Periodonsia melakukan penanganan seperti mendiagnosis, mencegah hingga melakukan perawatan penyakit yang terjadi di jaringan gusi. Masalah yang dapat di tangani oleh spesialis ini meliputi radang pada gusi, gusi berdarah, gigi-gigi yang goyang hingga menghilangkan karang gigi.

Spesialis Prostodonsia (SpPros)

Prostodonsia merupakan dokter gigi yang ahli menangani penggunaan gigi palsu untuk mengganti gigi yang hilang. Selain dengan gigi palsu, spesialis ini dapat melakukan pemasangan implan gigi.

Spesialis Kedokteran Gigi Anak (SpKGA)

Dokter gigi anak merupakan dokter yang memang di khususkan untuk menangani permasalahan gigi pada anak-anak. Usia anak yang ditangani mulai dari usia 1 tahun hingga remaja. Masalah yang ditangani biasanya meliputi sakit pada gigi, gigi berlubang, masalah pada gusi dan mulut.

Spesialis Penyakit Mulut (SpPM)

Sesuai dengan namanya, dokter gigi ini menangani berbagai penyakit yang terjadi di mulut. Penyakit itu meliputi adanya infeksi pada gigi dan mulut, infeksi bakteri gigi dan mulut hingga kanker lidah.

Spesialis Radiologi Kedokteran gigi (SpRKG)

Keahlian seorang spesialis radiolog adalah mampu melakukan analisa dan interpretasi radiologi gigi seperti Rontgen, CT-scan, MRI, dan pemeriksaan lain di daerah mulut.

Dokter Gigi terdekat

Seorang spesialis radiolog yang sedang menganalisa hasil pemeriksaan X-Ray gigi.

Dokter Gigi Rumah Sakit

Berikut ini adalah beberapa rekomendasi rumah sakit di beberapa daerah yang memiliki layanan poli gigi:

  • RS Katolik RKZ, Surabaya

Lokasi RS Katolik RKZ ada di Jl. Diponegoro no 51, Surabaya Jawa Timur.

  • RSUD dr Mohamad Soewandhie, Surabaya

Lokasi RS ini tepatnya di Jln. Tambakrejo 45 – 47 Surabaya, Jawa Timur, Indonesia 60142.

  • RSUP Dr. SARDJITO, Yogyakarta

Lokasi RS ini Jl. Kesehatan No. 1 Sekip Sinduadi, Yogyakarta, DIY 55284

  • RSUP Dr. Kariadi, Semarang

RSUP Dr. Kariadi ini berlokasi di Jl. Dr. Sutomo No. 16 
Kel. Randusari, Kota Semarang, Jawa Tengah.

  • Ciputra Hospital CitraRaya Tangerang, Banten

Jl. Citra Raya Boulevard Blok V.00/08 sek.3.4, Kel. Mekar Bakti, Banten.

  • RS Gigi dan Mulut YARSI, Jakarta

Lokasinya di Jl. Letjen Suprapto, Kav 13, RT/RW x010/005, Senen, RT/RW 010/005, Cemp. Putih Tim., Kec. Cemp. Putih, Kota Jakarta Pusat, DKI Jakarta.

  • RS Bhayangkara Denpasar

Jl. Dahlia, Dangin Puri Kangin, Kec. Denpasar Utara, Kota Denpasar, Bali.

Biaya ke Dokter Gigi

Sudah tahukah Anda berapa biaya untuk melakukan pemeriksaan atau perawatan ke dokter gigi terdekat? Untuk biaya sebenarnya bervariasi dan berbeda-beda. Adanya perbedaan biasanya ini tergantung pada rumah sakit atau dokter spesialis yang di pilih. Selain itu, permasalahan gigi yang dialami juga menentukan berapa jumlah yang harus Anda bayarkan.

Semakin parah permasalahannya, maka akan semakin mahal juga biayanya. Umumnya, biaya sekali berobat ke dokter gigi, baik di rumah sakit atau praktik pribadi berkisar antara Rp. 100.000-Rp. 300.000. Selain rumah sakit, puskesmas daerah juga terdapat layanan dokter gigi dengan biaya mulai dari Rp. 30.000-Rp.50.000.

Demikian informasi terkait apa itu dokter gigi, layanan yang dapat diberikan hingga beberapa lokasi dokter gigi terdekat yang ada di kota-kota besar. Intinya, merawat kesehatan gigi adalah investasi dini yang harus dilakukan supaya kondisi gigi terus sehat.

Selain dengan merawat mandiri, melakukan pemeriksaan ke dokter gigi juga menjadi hal penting. Dengan rutin memeriksakan kesehatan gigi, hal ini akan mencegah munculnya penyakit berbahaya seperti kanker mulut atau kanker lidah. Sekian dan semoga informasi ini bermanfaat.

Telah direview oleh dr. Edwin Halim

Source:

  • Dokter gigi: Dokter Kesehatan Mulut
  • Dokter Gigi dan Penyedia Perawatan Kesehatan Mulut Lainnya
  • Memperluas Peran Dokter dalam Menangani Kesehatan Mulut Orang Dewasa
biaya ke dokter gigidokter gigidokter spesialis gigi
Read more
  • Published in Artikel Kesehatan, Halaman Depan
No Comments

Pertukaran Plasma Terapeutik VS Plasma Konvalesen

Monday, 15 February 2021 by Devi
Pertukaran Plasma Terapeutik VS Plasma Konvalesen

Sudah hampir setahun pandemi virus corona menyerang Indonesia. Kasus virus corona terjadi pertama kali di Kota Wuhan, China pada Desember 2019 dan menyebar ke seluruh dunia. Pandemi global ini membuat para ahli berlomba-lomba untuk mencari pengobatan yang tepat untuk pasien COVID-19. Salah satunya dengan pertukaran plasma terapeutik (TPE) dari plasma konvalesen pasien yang sembuh. Nantinya, pendonor plasma darah dari penyitas COVID-19 diperlukan untuk mengurangi tingkat keparahan pasien COVID-19. Lalu seperti apa pengaruh pertukaran plasma terapeutik pada terapi COVID-19? Temukan jawabannya melalui ulasan berikut!

plasma darah

Plasma darah didapat dari penyitas COVID-19 yang telah sembuh.

Pertukaran Plasma Terapeutik vs Plasma Konvalesen

Pertukaran plasma terapeutik (TPE) juga dikenal sebagai plasmapheresis, yaitu menghilangkan dan menggantikan plasma darah pasien. TPE sendiri digunakan dalam pengobatan berbagai penyakit autoimun. Apakah Anda pernah mendengar mengenai penyakit auto-imun? Ya, penyakit autoimun di mana tubuh mengenali bagian dari dirinya sebagai sel asing dan menghasilkan protein yang disebut autoantibodida. Protein ini ditemukan dalam komponen plasma darah. Tujuan TPE untuk menghapus sejumlah besar agen penyebab penyakit. Pertukaran plasma terapeutik (TPE) untuk menghilangkan sitokin inflamasi yang berlebihan telah dicoba dengan sukses pada COVID-19.

Dihimpun dari International Journal of Infectious Disease, telah dilakukan studi eksplorasi untuk mengevaluasi keamanan dan kemajuan TPE diikuti dengan transfusi plasma darah penyitas COVID-19 kepada 14 pasien dengan COVID-19 kritis yang membutuhkan ventilasi mekanis invasif (IMV). Semua pasien menunjukkan perbaikan gejala dan penurunan penanda inflamasi terutama CRP (p = 0,03). 10 pasien dibebaskan dari IMV setelah median 5,5 (3-36) hari, pasca terapi sekuensial. Kematian hari ke-7 dan hari ke-28 masing-masing adalah 21,4% dan 28,6%. Durasi rata-rata ICU dan LOS rumah sakit masing-masing adalah 12 (5-42) hari dan 18 (12-47) hari. Tidak ada pasien yang mengalami komplikasi terkait transfusi, tetapi tiga pasien mengembangkan sepsis bakteri sekunder dalam 14 hari terapi, dan satu meninggal. Pada kasus tersebut menunjukkan penggunaan TPE secara berurutan diikuti dengan transfusi plasma darah sebagai pilihan terapeutik pada COVID-19 kritis.

Pengaruh Pertukaran Plasma Terapeutik pada Terapi COVID-19

Salah satu penyebab kematian tertinggi pada pasien COVID-19 disebabkan terjadinya Badai Sitokin (Cytokine Storm) pada tubuh pasien. Badai Sitokin dikenal dengan istilah Sindrom Sitokin Rilis (CRS) atau Sindrom Badai Sitokin (CSS) yang mana terjadi gangguan pernapasan akut dan disfungsi multiorgan, menjadi salah satu penyebab utama kematian pada pasien COVID-19. TPE telah terbukti meningkatkan pembersihan interferon pada pasien dengan vaskulitis terkait hepatitis C. Pada penelitian tersebut tidak ditemukan efek TPE pada obat lain yang digunakan dalam pengobatan COVID-19. Selain laporan kasus yang telah disajikan sebelumnya, pertukaran plasma darah telah digunakan dengan aman sebagai modalitas terapeutik selama pandemi COVID-19. Meskipun demikian, ada kekhawatiran terkait TPE yang berdampak negatif pada suplai darah yang memang menjadi komoditas berharga selama pandemi. TPE dapat digunakan dalam kondisi darurat dan proses penelitian plasma darah pemulihan COVID-19.

plasma darah

Pertukaran plasma darah digunakan dengan aman sebagai modalitas terapeutik selama pandemi COVID-19.

Cara Kerja Terapi Plasma Konvalesen

FDA, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat telah mengeluarkan izin sebagai langkah darurat penaganan COVID-19 untuk menggunakan pertukaran plasma terapeutik. Lalu, bagimana cara kerja pertukaran plasma darah ini? Pada dasarnya, plasma darah didapat dari penyitas COVID-19 yang telah sembuh. Pendonor plasma darah ini akan melalui proses pemeriksaan. Sejumlah kecil darah secara bertahap dihilangkan melalui jarum yang dimasukkan dan diedarkan melalui mesin khusus untuk memisahkan bagian darah (sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit). Plasma akan dibuang dalam kantong khusus. Salah satu prosedur ini biasanya menghilangkan 65%-70% protein penyebab penyakit /antibodi dalam plasma.

Plasma darah dari penyitas COVID-19 mengandung antibodi yang dibuat tubuh saat terkena virus. Upaya ini dilakukan untuk menghentikan virus agar tidak masuk ke dalam sel tubuh. Oleh karena itu, plasma darah ini diberikan kepada pasien corona untuk mengurangi tingkat keparahan penyakit.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa, penting untuk mengidentifikasi modalitas terapeutik yang efektif untuk pengobatan COVID-19. TPE membutuhkan penyelidikan sebagai cara untuk menstabilkan pasien yang sakit kritis atau cepat memburuk untuk mengurangi kematian. Terlepas dari kekhawatiran mengenai ketersediaan darah, persetujuan penggunaan darurat oleh FDA uji klinis layak untuk dinilai peran TPE pada pasien COVID-19.

Selain keamanannya secara keseluruhan, uji klinis yang mengevaluasi penggunaan TPE pada ARDS yang diinduksi COVID-19 dan disfungsi multi-organ dapat menjadi terobosan baru untuk lebih mengeksplorasi TPE sebagai strategi pengobatan tambahan dalam pengelolaan pandemi COVID-19 di masa depan. Meskipun sudah mulai ada upaya pengobatannya, upaya mencegah penyebaran virus corona tetap penting dilakukan. Anda tetap harus menerapkan protokol kesehatan untuk menjaga jarak, menggunakan masker, dan menjaga kebersihan diri.

Telah direview oleh dr. Edwin Halim

Source:

  • Pengaruh Pertukaran Plasma Terapeutik pada Terapi COVID-19
  • Pertukaran plasma terapeutik diikuti dengan transfusi plasma yang sembuh pada COVID-19 kritis
  • Pertukaran Plasma Terapeutik: Strategi Manajemen potensial untuk Pasien COVID-19 yang Sakit Kritis
plasma konvalesenplasma terapeutikterapi plasma darah
Read more
  • Published in Artikel Kesehatan, Halaman Depan
No Comments

Terapi Plasma Darah

Monday, 15 February 2021 by Devi
Terapi Plasma Darah

Pandemi virus corona tengah melanda dunia termasuk Indonesia. Data yang dihimpun dari situs resmi Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional per 2 Februari 2021 sebanyak 1.099.687 kasus terkonfirmasi positif, 896.530 dinyatakan sembuh, dan 30.581 meninggal. Tak heran, ahli kesehatan berupaya mencari pengobatan yang tepat untuk mengatasi kesehatan pasien COVID-19.

Terapi Plasma Darah

Plasma darah dapat diberikan kepada pesien COVID-19 untuk meningkatkan kemampuan melawan virus.

Salah satu metode pengobatan yang digunakan untuk menangani pasien corona ialah terapi plasma konvalesen. Terapi plasma konvalesen dapat membantu meningkatkan peluang sembuh pasien COVID-19. Badan Litbangkes Kementrian Kesehatan mulai melakukan penelitian Uji Klinik Terapi Plasma Konvalesen pada pasien COVID-19.

Penggunaan plasma darah dalam pengobatan bukanlah sesuatu yang baru. Penggunaan plasma darah dari penderita yang sembuh juga digunakan pada wabah flu babi pada tahun 2009, Ebola, SARS, dan MERS. Lalu, tahukah Anda apa itu terapi plasma darah konvalesen? Lebih jelas simak ulasan berikut!

Apa Itu Plasma Darah?

Plasma darah adalah bagian dari empat komponen yang ada dalam darah bersama dengan sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit. Plasma terdiri dari sekitar 90% air, garam, dan enzim. Plasma memiliki antibodi yang membantu melawan infeksi, protein (albumin), dan fibrinogen. Plasma merupakan bagian terbesar dari darah sekitar 55%. Meskipun darah tampak merah, plasma itu sendiri berwarna kuning pucat. Salah satu tugas plasma darah ialah menjaga tekanan darah dalam kisaran yang sehat. Selain itu, plasma darah juga membawa protein penting, mineral, nutrisi, dan hormon ke tempat yang tepat di tubuh Anda.

Fungsi Plasma Darah

Plasma membantu membawa nutrisi, protein, hormon ke berbagai sel di dalam tubuh termasuk sebagai berikut:

  • Hormon pertumbuhan yang membantu otot dan tulang untuk tumbuh
  • Mengandung faktor pembekuan darah yang membantu menghentikan pendarahan
  • Mengandung nutrisi seperti kalium dan natrium yang membantu kerja sel

Selain itu, plasma juga membantu tubuh untuk:

  • Mempertahankan tekanan darah normal dan tingkat volume darah
  • Membuang limbah-limbah hasil metabolisme

Terapi Plasma Darah

Terapi plasma konvalesen menggunakan darah orang-orang yang telah sembuh dari virus COVID-19. Tak heran belakangan ini banyak pasien virus corona yang mencari plasma darah penderita/penyitas COVID-19 untuk melakukan pengobatan tersebut. Darah yang disumbangkan oleh penyitas COVID-19 mengandung antibodi terhadap virus yang menyebabkannya, virus corona.

Para penyitas COVID-19 akan menjadi donor plasma dengan menjalani sejumlah pemeriksaan dan memenuhi persyaratan. Darah yang disumbangkan diproses untuk menghilangkan sel darah, meninggalkan cairan (plasma) dan antibodi. Plasma darah ini, dapat diberikan kepada pesien COVID-19 untuk meningkatkan kemampuan melawan virus. Terapi plasma konvalesen dapat membantu orang pulih dari COVID-19 sehingga dapat mengurangi tingkat keparahan penyakit. Terapi plasma konvalesen COVID-19 diberikan sebagai upaya pengobatan bukan untuk pencegahan. Kini, terapi plasma konvalesen hanya boleh digunakan untuk kondisi darurat dan penelitian.

FDA, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat menyetujui program untuk menguji plasma pada penyitas COVID-19 di Mayo Clinic. Lebih dari 90.000 pasien telah mendaftar dalam program tersebut, dan 70.000 telah menerima perawatan. Data menunjukkan bahwa plasma dapat menurunkan angka kematian pada pasien sebesar 35%, terutama jika pasien dirawat dalam waktu tiga hari setelah diagnosis. Mereka yang mendapat manfaat paling banyak berusia di bawah 80 tahun dan tidak menggunakan alat bantu pernapasan.

Sampai saat ini, belum diketahui apakah terapi plasma konvalesen akan menjadi pengobatan yang efektif untuk COVID-19. Data dari uji klinis kecil dan akses data nasional menunjukkan bahwa plasma konvalesen dapat mengurangi tingkat keparahan atau mempersingkat durasi perawatan COVID-19. Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan apakah terapi plasma konvalesen akan menjadi pengobatan yang efektif untuk semua kasus COVID-19.

Terapi Plasma Darah

Plasma memiliki antibodi yang membantu melawan infeksi, protein (albumin), dan fibrinogen.

Risiko Terapi Plasma Darah

Sama seperti setiap tindakan pengobatan apapun, ada risiko dari terapi plasma konvalesen, antara lain kerusakan paru-paru dan kesulitan bernapas. Pasien yang mendapat terapi plasma konvalesen juga berisiko mengalami infeksi HIV dan Hepatitis B atau C karena menerima transfusi dari beberapa donor sekaligus. Meskipun risiko terkena COVID-19 dari plasma konvalesen belum diuji, tetapi para peneliti percaya bahwa risikonya rendah karena pendonor sepenuhnya telah sembuh dari infeksi COVID-19.

Cara Kerja Terapi Plasma Konvalesen

Terapi plasma darah atau plasma konvalesen dilakukan dengan mengambil plasma konvalesen dari darah penyitas COVID-19 yang telah sembuh total. Plasma darah akan diberikan kepada pasien yang corona virus dalam kondisi berat dengan menstranfusikan plasma darah sebagai bagian dari perawatan. Ada beberapa prosedur yang dilakukan di antaranya sebagai berikut.

Sebelum prosedur

Sebelum terapi plasma konvalesen, tim perawatan kesehatan akan mempersiapkan perlengkapan yang dibutuhkan. Petugas kesehatan memasukkan jarum sekali pakai steril yang terhubung ke tabung (intravena, atau IV, garis) ke dalam pembuluh darah di salah satu lengan Anda.

Selama prosedur

Ketika plasma tiba, kantong plasma steril melekat pada tabung dan plasma menetes keluar dan ke dalam tabung. Dibutuhkan sekitar 1-2 jam untuk menyelesaikan prosedur ini.

Setelah prosedur

Anda akan diawasi dengan ketat setelah menerima plasma konvalesen. Dokter Anda akan merekam tanggapan Anda terhadap perawatan. Dia mungkin juga mencatat berapa lama Anda harus tinggal di rumah sakit atau membutuhkan terapi lain.

Donor Plasma Darah

Pendonor plasma darah perlu menjalani pemeriksaan fisik dan dipastikan sudah sembuh total dari virus tertentu termasuk virus COVID-19. Saat mendonorkan plasma sedikit berbeda ketimbang mendonorkan darah biasa. Jika mendonorkan darah lengkap, darah tersebut langsung dimasukkan ke dalam kantong pengumpulan. Kemudian, dipisahkan di laboratorium. Sedangkan saat mendonorkan plasma, darah yang diambil dari lengan Anda melewati mesin khusus untuk memisahkan berbagai bagian darah Anda. Bagian-bagian yang tersisa, termasuk sel darah merah Anda, kembali ke tubuh Anda, bersama dengan larutan garam (air asin). Prosesnya memakan waktu sekitar 1 jam 15 menit.

Jadi, dapat disimpulkan secara sederhana bahwa terapi plasma darah merupakan metode mentransfer antibodi yang diambil dari penyitas COVID-19 dan diberikan kepada pasien COVID-19 untuk meningkatkan kemampuan melawan virus. Plasma ini mengandung agen sistem kekebalan yang dapat membantu penerima dalam memerangi penyakit tersebut. Namun, perlu dingatkan terapi plasma darah ini hanya sebagai upaya pengobatan atau terapi tambahan pada kasus berat. Jangan lupa untuk tetap mematuhi protokol kesehatan untuk mencegah virus corona dengan menjaga jarak, memakai masker, dan menjaga kebersihan diri.

Telah direview oleh dr. Edwin Halim

Source:

  • Terapi Plasma Konvalesen
  • Plasma
  • Terapi Plasma Konvalesen, Harapan Baru Tangani Covid-19
plasma darahterapi plasma darah
Read more
  • Published in Artikel Kesehatan, Halaman Depan
No Comments

Tanya Jawab Vaksin Covid-19

Friday, 29 January 2021 by Devi
Tanya Jawab Vaksin Covid-19

Tanya jawab vaksin COVID-19 dibuat untuk memberikan gambaran informasi program pelaksanaan Vaksin COVID-19. *Berdasarkan Q&A Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI). Yuk, cari tahu kesiapan tubuh Anda sebelum vaksinasi COVID-19 dari kumpulan tanya jawab vaksin COVID-19 berikut.

Tanya Jawab Vaksin Covid-19

Tanya Jawab Vaksin COVID-19

Efektivitas Vaksin

Pertanyaan 1

Q: Bagaimana Efektifitas vaksin COVID-19 untuk vaksin yang seharusnya diberikan 2 dosis, apa akibatnya jika dosis kedua tidak diberikan? Bagaimana pula efeknya bila dosis yang diberikan berlebihan?

A: Suntikan pertama sudah meningkatkan antibodi tetapi kadarnya masih rendah. Contohnya, seperti vaksin Sinovac suntikan pertama antibodi yang terbentuk hanya sekitar separuh dari suntikan kedua. Titer antibodi yang dapat menetraisasi virus baru terbentuk maksimal setelah 14 hari pasca suntikan kedua. Jadi, suntikan kedua penting dilakukan untuk mencapai perlindungan yang diharapkan.

Dosis Sinovac yang digunakan termasuk kategori medium. Pada uji klinik tahap II efektifitas dosis tinggi tidak terlalu berbeda dengan dosis medium, tapi efek sampingnya lebih banyak. Intinya, kelebihan dosis mungkin menyebabkan efek samping lebih banyak, tapi tidak berbahaya.

Pertanyaan 2

Q: Berapa lama vaksin COVID-19 akan bekerja dan memproteksi? Kapan harus diulang kembali? Lalu, apakah akan ada booster?

A: Semua vaksin COVID-19 belum dapat ditentukan keperluan boosternya karena lama pengamatan titer antibodi, paling lama baru 6 bulan setelah suntikan kedua.

Pertanyaan 3

Q: Apakah vaksin COVID-19 yang ada di Indonesia dapat mencakup semua jenis strain SARS-CoV-2? Bagaimana dengan strain baru dari Inggris?

A: WHO sedang mengamati berbagai mutan yang ada. Sampai saat ini, WHO masih berpendapat reagen untuk tes serta vaksin yang digunakan sekarang masih efektif untuk mendeteksi dan memproteksi COVID-19, termasuk untuk mutan yang kemungkinan ada.

Pertanyaan 4

Q: Apakah boleh dokter mengizinkan pasien tidak memakai masker lagi setelah divaksin COVID-19?

A: Setelah vaksin COVID-19 tetap harus melaksanakan protokol kesehatan. Jika penularan COVID-19 sudah terkendali, pemerintah akan memberi petunjuk untuk mengurangi protokol kesehatan.

Pertanyaan 5

Q: Berapa lama setelah vaksinasi terjadi serokonversi dan seroproteksi?

A: pada hari ke-14 setelah penyuntikan pertama sudah terjadi serokonversi dan seroproteksi. Pada vaksin Sinovac titer antibodi neutralisasi paling tinggi 14 hari setelah suntikan kedua. Dengan demikian, dapat mengurangi risiko penularan COVID-19

Pertanyaan 6

Q: Bagaimana peran imunitas seluler pada infeksi COVID-19?

A: Imunitas seluler berperan dalam eliminasi SARS-CoV-2 disamping imunitas humoral. Pada penelitian vaksin uji klinis tidak hanya menilai imunogenisitas dalam bentuk antibodi neutralisasi saja, tetapi juga fungsi sel T secara tidak langsung dengan mengukur sitokin yang dihasilkan pada sel T helper 1. Jika T helper 1 berfungsi baik, biasanya efektifitas vaksin tinggi.

Pertanyaan 7

Q: Mengapa hasil uji klinis vaksin Sinovac di Brazil, Turki dan Indonesia berbeda?

A: Jika dilakukan pada tempat dan waktu yang tidak sama maka hasil suatu penelitian memang dapat berbeda. Meskipun menggunakan enis vaksin yang sama. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh besarnya subjek dan karakter subjek yang diteliti serta paparan virus pada populasi tersebut.

Efek Samping Vaksin

Pertanyaan 1

Q: Bagaimana tingkat keamanan vaksin-vaksin COVID-19 yang tersedia?

A: Pada umumnya semua vaksin yang sedang menjalani uji klinik tahap 3 sudah mendapat Emergency use authorization (EUA) ari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, kemanannya baik.

Pertanyaan 2

Q: Bagaimana risiko antibody dependent enhancement (ADE) setelah pemberian vaksin COVID-19?

A: Risiko ADE terjadi pada vaksin Dengue. Sampai saat ini berdasarkan dari semua penelitian di berbagai senter tidak ada laporan kejadian ADE. Semua uji klinik memantau kejadian ADE ini terutama pada uji binatang.

Pertanyaan 3

Q: Apa standar operating procedure (SOP) yang harus dilakukan penerima vaksin setelah vaksin?

A: Penerima vaksin disarankan jangan langsung pulang. Tunggulah sekitar 30 menit di ruang pemantauan. Jika ada reaksi/gejala tertentu yang dirasakan pada tubuh segera lapor petugas. Jika setelah 30 menit tidak ada keluhan apa pun petugas akan mengizinkan untuk pulang.

Pertanyaan 4

Q: Bagaimana mengatasi syok yang disebabkan oleh reaksi alergi yang berat setelah vaksin? Apakah pasien yang pernah mengalami alergi pada pemberian vaksin lain dapat diberikan vaksin COVID-19? Apa langkah yang harus dilakukan untuk mencegah reaksi alergi beratpasca vaksin?

A: Syok yang disebabkan oleh reaksi alergi yang berat dapat terjadi pada pemberian obat dan vaksin apapun. Sebagai standar, kit anafilaksis tentu harus disiapkan setiap memberikan vaksin. Mereka yang pernah mengalami alergi berat harus mendapat pemantauan ketat di tempat yang dianggap mampu mengatasi. Mereka yang mengalami reaksi alergi berat tidak akan diberikan suntikan kedua.

Pertanyaan 5

Q: Jika terjadi reaksi alergi lokal, seperti kulit kemerahan apakah perlu perawatan terapi?

A: Biasanya reaksi kulit kemerahan akan hilang dengan sendirinya, tapi boleh saja diberi terapi simtomatik.

Pertanyaan 6

Q:Apa saja efek samping yang ditemukan setelah pemberian vkasin COVID-19?

A: Efek samping lokal yang terjadi, seperti kemerahan, nyeri pada tempat suntikan, dan bengkak. Efek samping sistemik yang terjadi, berupa sakit kepala, fatig, mialgia, ada juga yang suhunya naik tetapi tidak tinggi. Namun, efek samping ini umumnya akan sembuh dengan sendiri.

Pertanyaan 7

Q: Bagaimana pemantauan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) pada vaksin darurat seperti COVID-19 ini?

A: KIPI adalah bagian dari proses vaksinasi yang selalu dipantau pada vaksinasi apa pun. Namun, pada vaksin jenis baru seperti COVID-19 pemantauan akan lebih ketat karena efek samping yang akan mungkin timbul pada vaksinasi massal lebih banyak daripada yang ditemukan pada uji klinik.

Pertanyaan 8

Q: Apakah KIPI sama dengan efek samping?

A: KIPI adalah kejadian yang terjadi selama 28 hari setelah vaksinasi. Kejadian ini dapat berhubungan atau tidak ada hubungannya dengan vaksinasi. Jadi, cakupan KIPI lebih luas daripada efek samping.

Pertanyaan 9

Q:Apa Saja Contoh KIPI yang sering terjadi?

A: KIPI yang dapat terjadi berupa efek samping lokal, sistemik, atau kejadian lain yang terjadi selama 28 hari setelah vaksin.

Kelompok yang Divaksin dan Kondisi Khusus

Pertanyaan 1

Q: Apakah ibu hamil dan ibu menyusui dapat diberikan vaksin COVID-19?

A: Belum ada data tentang kemanan dan efektivitas pada kelompok ini sehingga sementara belum akan divaksinasi, menunggu data yang diperlukan.

Pertanyaan 2

Q: Apakah pasien diabetes melitus dalam terapi, tapi tidak periksa HBA 1C boleh diberikan vaksin COVID-19?

A: Pasien diabetes terkendali boleh divaksinasi. Pada kasus diabetes yang saat tahap awal tidak bisa mengikuti vaksinasi karena belum terkendali dapat mengikuti vaksinasi tahap berikutnya.

Pertanyaan 3

Q: Apakah pasien lupus eritematosis sistemik (LES) atau penyakit autoimun lainnya yang sudah terkontrol dengan pengobatan dapat diberi vaksin COVID-19?

A: Belum ada data, masih menunggu data tentang keamanan dan efektivitas vaksin COVID-19 pada penyitas autoimun sistemik.

Pertanyaan 4

Q: Jika sudah pernah terkena COVID-19, apakah saya perlu divaksin juga? Bukankah antibodi yang terbentuk setelah terkena COVID-19 hanya bertahan 3-4 bulan?Jika memang akan divaksin berapa lama sejak Swab dinyatakan negatif?

A: Penyitas COVID-19 divaksinasi pada saat antibodi sudah tidak mempunyai daya lindung lagi. Berapa lama masa tersebut masih dalam penelitian. Namun, pada prinsipnya akan dilakukan vaksinasi.

Pertanyaan 5

Q: Apakah semua pasien HIV atau imunodefisiensi lainnya tidak direkomendasikan untuk diberikan vaksin COVID-19? Bagaimana jika virus HIV sudah tidak terdeteksi dalam terapi antiretroviral?

A: Pada pasien HIV, vaksin COVID-19 sebaiknya diberikan ketika jumlah CD4 lebih dari 200 sel/mm3 dengan klinis baik dan tidak ada infeksi oportunistik. Kadar viral load tidak menjadi pertimbangan tersendiri.

Masalah Praktis Pelaksanaan Vaksin

Pertanyaan 1

Q: Apakah vaksin COVID-19 bisa digunakan bersamaan dengan vaksin lainnya? Jika tidak, berapa lama jarak antara vaksin COVID-19 dengan vaksin jenis lainnya misalnya Hepatitis B yang diberikan 3 kali?

A: Sebenarnya boleh, namun karena ini vaksin baru dan perlu pengamatan ketat untuk KIPI sebaiknya jagan diberikan dengan vaksin lain dahulu. Disarankan diberi jarak minimal 1 bulan. Untuk vaksin Hepatitis B yang diutamakan adalah vaksin pertama dan kedua yang akan meningkatkan antibodi. Suntikan ketiga boleh dimundurkan 1 bulan jika sekiranya bertepatan dengan jadwal vaksin COVID-19.

Pertanyaan 2

Q: Bagaimana pada pemberian vaksin Sinovak jika tidak dapat melakukan vaksinasi/suntikan kedua pada hari ke-14 karena sakit atau halangan lainnya?

A: Suntikan kedua dapat diberikan paling lambat 28 hari setelah suntikan pertama. Jika dilakukan setelah 28 hari kemungkinan titer antibodi neutralisasi yang terbentuk mungkin kurang.

Pertanyaan 3

Q: Apakah ada pemeriksaan sebelum/sesudah vaksin COVID-19? Apakah diperlukan Swab PCR atau antigen? Apakah sesudah 2 kali vaksin perlu diperiksa kadarantibodi SARS- CoV-2?

A: Pada vaksinasi untuk masyarakat, pemeriksaan tersebut tidak diperlukan. Pemeriksaan tersebut hanya diperlukan saat uji klinik atau penelitian.

Pertanyaan 4

Q: Apakah ada obat yang tidak boleh dikonsumsi sebelum pemberian vaksin COVID-19?

A: Obat yang dapat menyebabkan penurunan kekebalan tubuh seperti Sitostatika dan Steroid dosis tinggi sebaiknya tidak diberikan vaksin COVID-19.

Pertanyaan 5

Q: Apakah setelah diberikan vaksin COVID-19 dapat menyebabkan tes rapid antibodi rekatif? Bagaimana membedakannya dengan orang yang tes rapid reaktif tanpa vaksinasi?

A: Kemungkinan imunoglobulin M dan G akan naik, dapat dibadakan melalui anamnesis.

Pertanyaan 6

Q: Apakah ada tanda-tanda vaksin COVID-19 yang kita berikan berhasil membentuk antibodi yang memproteksi atau tidak?

A: Pemeriksaan kadar antibodi hanya dilakukan pada uji klinik.pada imunisasi massal tidak perlu dilakukan pemeriksaan kadar antibodi.

Pertanyaan 7

Q: Apakah boleh vaksin COVID-19 pertama diberikan jenis A sedangkan vaksin kedua diberikan jenis B, bolehkah dengan dua vaksin yang berbeda?

A: Pada prinsipnya sebaiknya vaksin yang digunakan sama. Jika dengan vaksin berbeda harus ada uji klinik dahulu.

Pertanyaan 8

Q: Jika tahun ini sudah menggunakan vaksin Sinovac sebanyak 2 kali. Apakah tahun depan boleh menggunakan vaksin jenis lain?

A: Kita belum mengetahui apakah vaksin COVID-19 memerlukan booster di kemudian hari. Jika memerlukan booster sebaiknya diberikan booster dengan merek vaksin yang sama. Jika tidak tersedia vaksin merek yang sama maka sebaiknya menggunakan vaksin dengan platform sama (misalnya jenis inactivated dengan inactivated). Penggunaan vaksin disesuaikan dengan ketersedian dan indikasinya.

Sebagai contoh: pada sesorang yang berusia lanjut pilihannya adalah vaksin Astra Zeneca, Moderna, atau Pfizer yang berdasarkan hasil uji klinis tahap 3 sudah terbukti untuk usia lanjut.

Pertanyaan 9

Q: Jika seseorang hasil serologi lgG (rapid) reaktif, tapi Swab PCR SARS-CoV-2 negatif. Apakah masih perlu diberikan vaksin COVID-19?

A: Obat yang dapat menyebabkan penurunan kekebalan tubuh, seperti sitostatika dan steroid dosis tinggi sebaiknya tidak diberikan vaksin COVID-19.

Pertanyaan 10

Q: Apakah setelah diberikan vaksin COVID-19, hasil pemeriksaan serologi pasien akan reaktif? Apakah pemeriksaan serologi diperlukan sebelum vaksin COVID-19?

A: Setelah pasien vaksinasi mungkin serologi imunoglobiu M dan G meningkat. Pemeriksaan serologi tidak diperlukan sebelum vaksin.

Pertanyaan 11

Q: Bagaimana cara mengetahui vaksin sudah mengalami kerusakan setelah disimpan atau dalam pengiriman?

A: Pada botol vaksin biasanya ada penanda yang akan berubah ketika vaksin sudah rusak

Pertanyaan 12

Q: Apakah vaksin dapat diberikan jika pasien mengalami batuk dan flu, tapi Swab negatif? Jika tidak berapa lama harus menunggu setelah sembuh dari sakit tersebut?

A: Tunggu sampai batuk dan flu sembuh, kemudian jadwalkan kembali vaksin.

Demikianlah tanya jawab vaksin COVID-19 yang dirangkum dari sumber PAPDI. Untuk berdiskusi lebih lanjut tentang vaksinasi COVID-19. Anda bisa menanyakan langsung dengan dokter di layanan fasilitas kesehatan terdekat.

Telah direview oleh dr. Febriani

Source:

  •  Juknis Vaksinasi COVID-19 Kemenkes RI, yang diterbitkan pada 2 Januari 2020
  • Berdasarkan Q&A Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI).
Q&A vaksin covid-19tanya jawab vaksin covid 19vaksin covid-19
Read more
  • Published in Artikel Kesehatan, Halaman Depan
No Comments

Mengenal Vaksin Covid-19

Friday, 29 January 2021 by Devi
Mengenal Vaksin Virus Corona

Sejak diumumkannya kasus konfirmasi pertama, pada Maret 2020. Penyebaran kasus COVID-19 tidak hanya terjadi di daerah padat penduduk tapi, telah menyebar ke pedesaan bahkan daerah terpencil. Sampai hari ini 28 Januari 2021 tercatat sebanyak 1.037.993 kasus positif COVID-19 dan 29.331 orang meninggal. Salah satu upaya untuk memutus mata rantai penularan virus COVID-19, yaitu melalui vaksinasi. Upaya ini juga dilakukan berbagai negara termasuk Indonesia. Yuk, kenali lebih dalam apa itu vaksin COVID-19!

  • Mengenal Vaksin Virus Corona

Ada 3 jenis vaksin yang saat ini dikembangkan untuk masyarakat Indonesia, yaitu vaksin Sinovac, Sinopharm, dan Genexine.

Pengertian Vaksin

Vaksin merupakan bahan antigen yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit. Suatu vaksin mengandung agen menyerupai mikroorganisme penyebab suatu penyakit dan sering dibuat dari mikroorganisme. Virus atau bakteri yang sudah mati atau dilemahkan dari toksin salah satu protein permukaannya. Pemberian agen ini merangsang sistem imun di dalam tubuh untuk mengenalinya sebagai agen asing, menghancurkannya, dan mengingatnya sehingga sistem imun tubuh siap untuk:

  1. Menetralkannya sebelum memasuki sel.
  2. Mengenali dan menghancurkan sel yang telah terinfeksi sebelum agen tersebut dapat berkembang.
  3. Jika tetap sakit, maka sakitnya akan jauh lebih ringan.

Vaksin Covid-19

Pemberian vaksin COVID-19 bertujuan untuk mengurangi penularan virus corona, menurunkan angka kesakitan dan kematian, mencapai kekebalan kelompok di masyarakat (herd immunity) serta melindungi masyarakat dari COVID-19 agar tetap produktif secara sosial dan ekonomi. Pemberian program vaksinasi dinilai lebih hemat biaya dibandingkan upaya pengobatan.

Proses vaksinasi sudah dilakukan mulai 13 Januari 2021. Joko Widodo, Presiden Republik Indonesia sebagai orang pertama yang menerima vaksin COVID-19. Vaksin COVID-19 yang digunakan, yaitu Sinovac. Vaksin ini sebelumnya sudah melalui proses uji klinis tahap III dan mendapatkan EUA (Emergency use authorization) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI.

Setelah melalui uji klinis tahap 3 berdasarkan aturan vaksin Sinovac perlu disuntikkan sebanyak 2 kali. Namun, dengan jarak antar suntikan pertama dan kedua adalah 14 hari. Ada 4 tahapan pelaksanaan vaksinasi virus corona dengan mempertimbangkan ketersediaan, waktu kedatangan, dan profil keamanan vaksin.

Sasaran vaksinasi COVID-19 tahap 1 dimulai dari kelompok prioritas, seperti tenaga kesehatan dan pelayanan publik. Vaksin yang sudah mendapat izin penggunaan darurat atau EUA (Emergency use authorization) dari BPOM yaitu vaksin Sinovac. Indonesia sudah menerima 125 juta dosis vaksin Sinovac. Jika memang diperlukan masih memiliki opsi untuk menmabah 100 juta dosis.

Kriteria Penerima Vaksin Virus Corona

Sebelum divaksin, ada beberapa syarat yang perlu diepenuhi saat penyuntikan. Termasuk memastikan kondisi tubuh yang sehat dan sudah menjalani pemeriksaan riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita. Berikut syarat dan kriteria yang perlu dipenuhi penerima vaksin COVID-19:

  • Penerima vaksin tidak sedang demam (≥ 37,5°C). Jika sedang demam vaksinasi bisa ditunda sampai sembuh dan terbukti tidak menderita virus corona.
  • Ukuran tekanan darah kurang dari 140/90 mmHg. Jika lebih, vaksin tidak diberikan dan ditunda sampai tekanan darah memungkinkan.
  • Pernah memiliki riwayat positif COVID-19
  • Wanita hamil dan ibu menyusui
  • Usia di bawah 18 tahun
  • Tekanan darah sama atau lebih dari 140/90 mmHg
  • Adanya gejala batuk, pilek, sesak napas 7 hari sebelum vaksin
  • Memiliki anggota keluarga serumah yang dalam perawatan COVID-19
  • Sedang menjalani terapi untuk mengatasi penyakit kelainan darah
  • Penderita penyakit ginjal, reumatik
  • Penderita penyakit jantung, (gagal jantung, jantung koroner)
  • Penderita penyakit autoimun sistematik
  • Penderita saluran pencernaan kronis
  • Penderita HIV dengan CD4 di bawah 200 atau tidak diketahui
  • Penderita penyakit hipertiroid atau hipertiroid karena autoimun
  • Penderita kelainan darah, kanker, penerima transfusi darah dan defisiensi imun
  • Penderita diabetes melitus
  • Mengenal Vaksin Virus Corona

Ada persyaratan yang harus dipenuhi calon penerima vaksin sebelum vaksinasi, salah satunya seperti pengecekan tekanan darah.

Alur Pelayanan Vaksinasi COVID-19

Sebelumnya, untuk mengikuti program vaksinasi COVID-19, Anda harus terdaftar sebagai calon penerima vaksin terlebih dulu. Setelah terdaftar, Anda bisa melakukan registrasi ulang dan datang sesuai jadwal yang ditentukan. Saat tiba waktu vaksinasi, berikut alur pelayanan vaksinasi COVID-19 yang akan dilalaui pasien/ atau penerima vaksin:

Meja 1 (pendaftaran/verifikasi)

  • Petugas akan menerima calon penerima vaksinasi sesuai nomor urutan kedatangan ke Meja 1.
  • Calon penerima vaksinasi akan menunjukkan nomor e-ticket hasil registrasi ulang dan KTP untuk proses verifikasi oleh petugas

Meja 2 (Pemeriksaan kesehatan)

  • Pada tahap ini dilakukan proses pemeriksaan kesehatan untuk melihat kondisi kesehatan dan mengidentifikasi kondisi penyakit serta melakukan pemeriksaan fisik sederhana, seperti suhu tubuh dan tekanan darah.

Meja 3 (Pemberian vaksin)

  • Pada tahap ini proses vaksinasi COVID-19 akan dilakukan.
  • Khusus vaksin multidosis, petugas menuliskan keterangan berupa, tanggal dan jam dibukanya vial vaksin dengan pulpen/spidol di label pada vial vaksin.
  • Petugas memberikan vaksinasi sesuai prinsip penyuntikan aman.
  • Petugas menuliskan nama sasaran yang telah divaksin berupa NIK, nama vaksin COVID-19, nomor batch vaksin di sebuah memo.
  • Sasaran vaksin akan diarahkan petugas untuk menunggu selama 30 menit di Meja 4

Meja 4 (Pencatatan data dan observasi)

  • Petugas Meja 3 akan memberikan memo yang berisi data sasaran ke petugas Meja 4
  • Petugas memasukkan hasil vaksinasi yaitu jenis vaksin dan nomor batch vaksin yang diterima sasaran vaksin ke dalam aplikasi Pcare
  • Petugas memberikan kartu vaksinasi manual atau elektronik serta penanda kepada sasaran yang telah mendapat vaksinasi.
  • Penerima vaksin akan menunggu selama 30 menit di ruang observasi. Sembari menunggu petugas juga akan memberikan penyuluhan tentang pencegahan COVID-19 dan vaksinasi COVID-19.

Dengan adanya program vaksinasi COVID-19 diharapkan bisa menjadi solusi untuk menghentikan pandemi COVID-19. Jika Anda sudah mendapatkan vaksin COVID-19. Jangan lupa untuk tetap mematuhi protokol kesehatan dengan menjaga jarak aman 1-2 meter, menggunakan masker, dan mencuci tangan.

Pastikan juga saat pelayanan vaksinasi COVID-19 tetap menerapkan protokol kesehatan sesuai dengan Petunjuk Teknis Pelayanan Vaksinasi Pada Masa Pandemi COVID-19. Jika masih memiliki pertanyaan seputar vaksin COVID-19, Anda bisa berkonsultasi ke dokter.

Telah direview oleh dr. Febriani

Source:

  •  Juknis Vaksinasi COVID-19 Kemenkes RI, yang diterbitkan pada 2 Januari 2020
  • Role of Vaccine in Covid-19 management. Dr. Erlina Burhan. Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Indonesia-RSUP Persahabatan.
program vaksinasivaksinvaksin coronavaksin covid-19
Read more
  • Published in Artikel Kesehatan, Halaman Depan
No Comments

Apa Itu Perbedaan Rapid Test Antigen vs Rapid Test Antibody?

Wednesday, 23 December 2020 by Devi
Apa Itu Perbedaan Rapid Test Antigen vs Rapid Test Antibody?

Apa itu rapid test? Rapid test antibody atau rapid test antigen? Sekarang sudah banyak cara untuk mendeteksi virus Corona. Anda bisa menggunakan beberpa jenis tes COVID-19, seperti rapid test dan Swab/PCR test.

 Apa itu rapid test

Fungsi rapid test dilakukan untuk penelitian atau pemeriksaan epidemiologi.

Apalagi baru-baru ini ada lagi jenis tes yang sedang hangat diperbincangkan, namanya rapid test antigen, antibody. Namun, masih ada banyak orang yang bingung dan sedikit rancu. Bagaimana cara membedakan jenis tes satu dengan yang lainnya? Lebih jelas akan kita bahas satu per satu lewat ulasan berikut!

Prosedur Rapid Test Antibody

Prosedur rapid test diawali dengan mengambil sampel darah dari ujung jari. Lalu, diteteskan ke alat rapid test. Sementara itu cairan untuk menandai antibodi ditetesakan pada tempat yang sama. Hasilnya berupa garis positif atau negatif dalam waktu 10-15 menit saja.

Berapa Lama Hasil Rapid Test Keluar

Hasil pemeriksaan rapid test cukup singkat memakan waktu selama 10-15 menit saja. Jadi, dengan melakukan rapid test, Anda dapat mengetahui langsung hasilnya. Sayangnya, hasil rapid test belum akurat, dan WHO sejak awal sudah mengeluarkan pernyataan bahwa rapid test sebaiknya hanya digunakan untuk penelitian epidemiologis, dan tidak untuk memeriksa apakah seseorang telah terinfeksi virus pada tubuhnya.

Fungsi Rapid Test Antibody

Fungsi rapid test dilakukan untuk penelitian atau pemeriksaan epidemiologi. Rapid test digunakan untuk skrining memberi informasi apakah seseorang teinfeksi virus di tubuhnya. Pemeriksaan jenis ini juga tidak akurat sehingga tidak disarankan sebagai sarana untuk mendiagnosis adanya virus Corona.

Rapid Test Antibody

Rapid test adalah salah satu tes yang digunakan untuk mendeteksi virus Corona dengan mendeteksi antibodi, yakni lgM dan lgG. Jadi, antibodi ini akan terbentuk saat seseorang terkena virus Corona. Sayangnya, pembentukan antibodi baru terbentuk bisa sampai berminggu-minggu. Artinya, pembentukan antibodi ini memerlukan waktu. Dengan demikian, keakuratan rapid test ini sangat rendah.

Antibodi terbuat dari protein berbentuk Y dan diproduksi sel b dalam sistem imun tubuh. Pembentukan antibodi pada tubuh memerlukan waktu yang berbeda-beda pada setiap orang. Oleh karena itu, penggunaan test ini untuk diagnosis tidak disarankan.

Anda akan melihat hasilnya berupa garis yang muncul setelah 10-15 menit. Jika hasilnya positif, artinya orang yang diperiksa pernah terinfeksi virus Corona. Namun, orang yang sudah terinfeksi virus corona dan memiliki virus ini di dalam tubuhnya belum tentu hasilnya positif bisa juga negatif. Pasalnya tubuh penderita belum membentuk antibodi terhadap virus Corona.

 Apa itu rapid test

Hasil pemeriksaan rapid test cukup singkat memakan waktu selama 10-15 menit saja.

Rapid Test Antigen

Sementara rapid test antigen adalah tes imun yang dilakukan untuk mendeteksi keberadaan antigen virus tertentu yang terjadi saat ini. Biasanya rapid test antigen berguna untuk mendiagnosis patogen pernapasan, seperti Respiratory Syncytial Virus (RSV) dan virus influenza.

Rapid test antigen atau swab antigen merupakan jenis tes yang sama. Hanya penyebutan namanya saja yang berbeda. Jadi, disebut namanya sebagai rapid test antigen karena hasil pemeriksaan yang dilakukan cepat. Sedangkan disebut sebagai swab antigen karena dilakukan dengan metode swab atau usap mengambil sampel dari hidung dan tenggorokan.

Rapid test antigen lebih baik dari rapid test antibodi. Namun dengan catatan akurat untuk pasien dengan jumlah virus yang tinggi di tubuhnya. Sedangkan untuk orang yang belum diketahui statusnya, kekauratannya cukup rendah hanya 30%. Jadi rapid test antigen sangat tidak disarankan untuk diagnosis awal. Kini, rapid test antigen dapat ditemukan di tempat-tempat perawatan atau fasilitas kesehatan.

Proses pemeriksaannya dilakukan memakan waktu selama 15 menit. Pemeriksaan dimulai dengan mengambil sampel hasil swab hidung dan tenggorokan bisa juga air liur. Fungsinya untuk mendeteksi adanya antigen penyebab virus COVID-19.

Jika hasil rapid test antigen negatif maka Anda tetap harus menjalani isolasi mandiri. Sementara bila hasil pemeriksaan rapid test antigen positif, masih ada kemungkinan antigen tidak berasal dari virus penyebab corona. Sayangnya, pemeriksaan jenis ini kurang akurat dibandingkan Polymerase chain reaction (PCR) atau disebut juga tes PCR.

Harga Rapid Test Antigen & Test Antibody

Pemerintah menetapkan harga tertinggi pemeriksaan test antigen Rp250.000 (di pulau jawa) dan Rp275.000 (di luar pulau jawa). Lain halnya test antibody, Kementrian Kesehatan menetapkan biaya maksimal, sebesar Rp150.000. Biaya ini berlaku bagi pasien mandiri untuk seluruh layanan kesehatan.

Kelebihan dan Kekurangannya

Jenis tes untuk mendeteksi adanya virus Corona memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kelebihan rapid test antibody metode pemeriksaan yang dilakukan lebih singkat dan memberikan hasil juga cepat. Selain itu, biaya yang dilakukan untuk pemeriksaan rapid test antibody pun lebih terjangkau ketimbang pemeriksaan lainnya. Sayangnya, rapid test antibody tidak memberikan hasil yang akurat dan jelas.

Sementara itu, kelebihan pemeriksaan test antigen tidak berbeda dengan test antibody. Test antigen pemeriksaannya cepat dan mampu memberikan hasil dalam waktu singkat. Harga pemeriksaan test antigen juga masih terjangkau. Namun, rapid test antigen ini juga tidak bisa dijadikan patokan atau tolak ukur untuk mendeteksi keberadaaqn virus Corona. Hasil pemeriksaan terkadang memberikan hasil positif palsu.

Anda tetap harus melanjutkan pemeriksaan Polymerase chain reaction (PCR) untuk mendapatkan hasil yang akurat. Pasalnya melalui pemeriksaan ini nilai spesifisitas (akurasi untuk suatu hasil positif) mencapai 97%. Ya, benar tes PCR sampai saat ini masih menjadi metode pemeriksaan kesehatan yang paling akurat. Sementara itu, untuk harga pemeriksaan PCR sendiri dibanderol dengan harga cukup tinggi. Hasil pemeriksaannya pun baru bisa diketahui paling cepat beberapa jam kemudian.

Itulah sedikit gambaran mengenai apa itu rapid test jenis pemeriksaan virus Corona. Apa pun hasil pemeriksaannya, jangan lupa untuk selalu menjaga diri dan terus memantau perkembangan kesehatan. Jika muncul gejala yang dicurigai COVID-19, seperti demam, batuk, suara serak, hingga sesak napas. Baiknya, segera hubungi fasilitas kesehatan terdekat. Jangan lupa untuk selalu mengenakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan ya!

Telah direview oleh dr. Edwin Halim

Source

  • Tinjauan Pengujian SARS-CoV-2 (COVID-19)
  • Apa Itu Tes Imunoglobulin?
  • Apa yang Harus Dilakukan Jika Hasil Rapid Tes Covid-19 Negatif?
corona virusrapid testrapid test antibodyrapid test antigen
Read more
  • Published in Artikel Kesehatan, Halaman Depan
No Comments

Recent Posts

  • Manfaat Vaksin Covid-19

    Vaksin covid-19 telah datang sejak 8 Desember 2...
  • Serba-Serbi Dokter Gigi

    Jika Anda mendengar tentang dokter gigi pasti a...
  • Pertukaran Plasma Terapeutik VS Plasma Konvalesen

    Sudah hampir setahun pandemi virus corona menye...
  • Terapi Plasma Darah

    Pandemi virus corona tengah melanda dunia terma...
  • Manfaat Vitamin D untuk Kesehatan

    Mengonsumsi vitamin D setiap hari akan memberik...

Unit Rumah Sakit:

  • Ciputra Hospital – CitraRaya Tangerang
  • Ciputra Hospital – CitraGarden City Jakarta
  • Ciputra Mitra Hospital Banjarmasin

Klinik:

  • Ciputra Medical Center
  • Ciputra SMG Eye Clinic
  • C Derma

Social Media:

Facebook
Instagram Ciputra Hospital Instagram

Karir

© 2017 All rights reserved. Ciputra Hospital

TOP